Posting Terbaru :
Posting Terbaru
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Superhero Indonesia yang (Mungkin) Terlupakan

Jika kita diminta menyebutkan nama salah satu saja superhero Indonesia, maka yang terucap pasti tidak jauh dari "Gundala", "Godam", dan "Labah-labah Merah". Mungkin ada juga yang menjawab "Kapten Mlaar" yang maksudnya adalah "Pangeran Mlaar".

Tidak mengherankan, karena nama-nama itulah yang memang paling populer di kalangan penggemar komik Indonesia. Pernah suatu ketika saya bersama beberapa rekan dari Neo Paradigm Studio mengadakan workshop komik di sebuah SMK di Surabaya. Dalam salah satu sesi saya menayangkan gambar Gundala dan menanyakan pada siswa siapa nama superhero tersebut, dan beberapa siswa menjawab spontan, "Gundala!". Saat saya tanya dari mana mereka kenal tokoh Gundala, kebanyakan menjawab (dan ini sudah pasti karena anak-anak tersebut tidak mengenyam era kejayaan komik Indonesia), "Bapak saya!".

Saat ini karakter-karakter superhero yang saya sebut di atas tadi makin dikenal luas karena dikelola secara profesional oleh investor yang membeli hak ciptanya dan pelan tapi pasti mulai melakukan sosialisasi secara gencar, baik melalui komik online maupun event-event pameran. Dan ini patut diacungi jempol.

Sayangnya tidak semua superhero Indonesia bernasib baik. Entah karena kurang menarik bagi investor (baik desain karakter maupun gaya penceritaan), pemilik/ ahli waris pemilik karakter tidak diketahui/ sudah meninggal dunia, atau pemilik karakter tak berminat menjual hak ciptanya karena mungkin ingin mengembangkan sendiri. Tak heran jika kemudian namanya tak pernah terdengar lagi di tengah hingar-bingar kebangkitan komik Indonesia. Yang tersisa hanyalah komik-komik lawas yang pernah terbit di masa lalu dan tersimpan rapi di rak kolektor.

Untungnya ada beberapa gelintir orang yang tergerak untuk memasyarakatkan karakter-karakter komik superhero Indonesia tempo dulu melalui blog mereka dan itu patut diapresiasi. Salah satunya adalah blog Planet Superhero. Saya juga menggunakan referensi dari blog tersebut untuk melengkapi artikel ini.

Di sini saya mencoba untuk masuk ke dalam beberapa gelintir tersebut untuk turut serta berpartisipasi memasyarakatkan tokoh superhero yang mungkin terlupakan, sekedar untuk mengingatkan kepada para penggemar komik Indonesia, bahwa tokoh-tokoh superhero yang mungkin terlupakan itu dahulu pernah menghibur kita dengan kisah-kisah petualangan yang heroik: membasmi kejahatan.

Berikut ini adalah nama-nama superhero yang saya maksudkan di atas yang masih melekat kuat dalam ingatan saya, dan akan terus saya update jika kelak muncul nama baru yang luput dari memori saya:


(Jink, Agustus 2017)


Red Baron: Sekapur Sirih

Impian untuk mampu mengalahkan kejahatan dan menegakkan keadilan yang ada di sekitar, bersemayam dalam hati kita semua. Pahlawan super tercipta sebagai perwujudan impian tersebut dan pada gilirannya dicipta agar menjaga impian kita tetap hidup tak pernah padam.

Pada masa lalu, kita memiliki banyak pahlawan super yang secara heroik berusaha menumpas kejahatan dan menegakkan keadilan. Para pahlawan super itu secara perlahan kemudian menghilang seiring dengan surutnya dunia komik di Indonesia. Cerita tentang pahlawan super pada umumnya menjadi cerita hitam-putih kebaikan melawan kejahatan, sehingga tak jarang cerita kurang mengeksplorasi sisi pahlawan super sebagai manusia.

Red Baron dimaksudkan menjadi pahlawan super yang muncul pada masa ketika para pahlawan super Indonesia mulai menghilang menjelang akhir tahun 1970an. Metha Studio tidak sekedar menampilkan kedigdayaan pahlawan super saja, namun berusaha mengeksplorasi sisi kemanusiaan dalam diri Red Baron. Apakah memiliki kekuatan super itu merupakan sesuatu yang membuat bahagia atau justru sebaliknya.

Rencananya komik Red Baron merupakan komik trilogi, dan komik ini merupakan logi pertama. Metha Studio berharap logi pertama Red Baron ini dapat memuaskan dahaga akan hadirnya super hero lokal.

Semoga. (AM-CAS/MSJ-2017)



Komentar Pembaca

Red Baron (2017), satu lagi komik keluaran Metha Studio yang berhasil mengawal imaginasi pembaca ke dunia superhero yang fantastis namun realistis. Superhero biasanya digambarkan sebagai sosok dengan pribadi dan moral yang sempurna, namun Red Baron alias Garuda Merah mendobrak pakem itu dengan sosok Bargowo yang lain dari kebanyakan alter ego superhero. Komik ini sungguh diceritakan dengan alur cerita yang menawan, dialog yang enak dicerna, humor yang disisipkan secara pas dan tentunya ilustrasi khas Jink yang selalu berhasil menghidupkan keseruan cerita. Jika ulasan ini harus disingkat dengan satu kata, maka saya berani mengatakan: "Sempurna!". (ditulis oleh Sang Kolektor melalui laman facebook Komik Indonesia Semua Jaman)

Red Baron.
Komik pengobat rindu kisah superhero lokal. Karya Jink, penerbit Metha Studio. Direncanakan sebagai bagian pertama dari sebuah trilogi. (ditulis oleh Robotgoblok Bajraghosa di laman facebook)

Sumber


Preview komik Red Baron


Komik Nemo Mencari Jejak Superhero

Memperhatikan sebagian cerita (atau malah banyak kisah) dalam kisah-kisah keperwiraan dalam cerita rakyat di Tanah Air, saya melihat ada semacam keajegan yang saya sebut sebagai pola: ksatria-abdi. Maksudnya, para ksatria yang serta-merta menjadi tokoh protagonis ini, kerap kali didampingi para abdi kinasih. Cikal bakal pola semacam ini, mula-mula terlihat dari kisah pewayangan. Dalam wayang gaya Jawa, para ksatria Pandawa, misalnya, kerap didampingi panakawan: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Wayang Bali juga memiliki karakter panakawan yaitu Malen dan Merdah.

Dalam cerita Menak dari Persia (yang terkenal sebagai Hikayat Amir Hamzah) yang berkembang bersamaan dengan agama Islam di Indonesia terdapat pula “panakawan” dengan nama Umarmaya-Umarmadi dengan tokoh ksatria Amir Hamzah yang oleh masyarakat Jawa disebut Amir Ambyah. Beranjak ke Hikayat Blambangan, ksatria Damar Wulan juga disertai abdi Sabdo Palon dan Naya Genggong.

Dalam lakon-lakon tradisi itu, para abdi menempati posisi penting. Dalam kisah-kisah tradisi yang ada di seantero Nusantara, para abdi menempati posisi unik. Sebagai sosok abdi, ia tidak sekadar melayani juragannya. Ia juga berfungsi sebagai penghibur para ksatria. Bahkan, para abdi ini sering menjadi pemecah kebuntuan ketika sang ksatria menempuh kesulitan.

Para abdi juga sering digambarkan sebagai sosok yang lucu. Ini jelas tergambar dalam teater tradisional seperti ketoprak. Bahkan, dalam ketoprak, abdi dalem yang lucu ini, mendapat porsi yang penting. Mereka hampir pasti ditampilkan dalam satu segmen tersendiri yaitu dagelan, sekaligus “jeda” untuk menurunkan tempo permainan.

Lantas apa urusannya pola ksatria-abdi ini dalam riwayat komik Indonesia? Penggemar komik Indonesia tahun 70-an, akan menemukan pola ini dalam petualangan Gundala dan Godam karya dua sekawan komikus kondang asal Yogyakarta: Hasmi-Wid NS. Dalam satu perbincangan, Hasmi mengisahkan, dalam proses kreatifnya ia kerap berdiskusi dengan Wid NS. Salah satu hasil diskusi membuahkan pemikiran bahwa mereka juga ingin membuat semacam abdi buat Gundala dan Godam.

Menariknya, dengan sengaja mereka menghadirkan sosok mereka sendiri dalam petualangan dua superhero ternama itu. Hasmi dan Wid NS menggambar sosok abdi ini benar-benar mirip wajah dan postur mereka sendiri. Nama para abdi ini juga mengambil nama mereka, Nemo dan Noor Slamet. Dalam sejarah komik berjenis superhero di Indonesia (bahkan mungkin di dunia), di masanya pola ksatria-abdi ini hanya menjadi milik mereka berdua,

Meminjam konstruksi abdi dalam seni tradisi, Hasmi dan Wid NS juga melekatkan sosok Nemo dan Noor Slamet sebagai tokoh yang kocak. Khusus untuk Nemo, Hasmi menggambarkannya sebagai sosok yang sok tahu, bergaya, agak penakut, lucu, tapi di balik segala keluguannya itu, Nemo amat setia dan jujur.

Hasmi cukup intens memunculkan sosok Nemo dalam petualangan Gundala. Mereka digambarkan bersahabat. Nemo pun muncul dalam beberapa judul untuk menemani Gundala. Hasmi pertama kali memunculkan Nemo, juga Noor Slamet tahun 1971 lewat Bentrok Jago Dunia itu, sedangkan Wid NS baru menghadirkan Noor Slamet tahun 1974 lewat komik Bocah Atlantis.

Reka ulang adegan dalam komik
serial Gundala berjudul 1000 Pendekar.
Setelah Bentrok Jago Dunia, Nemo muncul dalam judul 1000 Pendekar, Pengantin Buat Gundala, Istana Pelari, dan Surat dari Akhirat. Hasmi melukiskan, Nemo kerap terlibat dalam petualangan seru Gundala. Dalam perjalanannya, Nemo menjadi karakter unik karya sang maestro superhero. Karakter Nemo pun sangat diakrabi penggemar komik Gundala.

***

Sekian waktu berlalu, sang abdi Nemo muncul kembali tahun 2012 ini lewat kreativitas tim Metha Studio, sebuah penerbit komik di Yogyakarta. Atas seizin Hasmi, Metha Studio menggagas sebuah kisah komik berjudul memikat: Nemo Mencari Jejak Superhero karya seniman komik asal Surabaya, Dwi Jink Aspitono. Namun, sang abdi tampil sendiri tidak disertai ksatria Gundala.

Kenapa memikat? Komik setebal total 106 halaman ini mengajak pembaca ke alur kisah Gundala di era tahun 70-an. Terlihat, Jink begitu memahami karakter kisah karya Hasmi dan membawanya ke era sekarang dengan melukiskan sosok Nemo yang sudah sepuh.

Inilah kisah Nemo sepuh yang sudah berkeluarga itu, begitu merindukan kehadiran para superhero sahabatnya. Nemo muda dalam kisah Hasmi memang beberapa kali terlibat dalam petualangan seru mengungkap kasus kejahatan bersama Gundala juga superhero lain: Godam, Pangeran Mlaar, Maza, Aquanus, Tira, Sembrani dan superhero lain.

Kali ini, di kala kejahatan zaman ini merebak, Nemo terheran-heran ketika para superhero sahabatnya tidak muncul, seolah hilang ditelan bumi. Yang muncul justru Godam muda (komik ini sekaligus menautkan kisah dalam komik Godam Reborn, terbitan Metha Studio sebelumnya.) Berita tentang Godam muda yang tampil memberantas “penjahat kecil” membuat Nemo merindukan para ksatria. “Di mana mereka sekarang? Pensiunkah mereka atau ada yang meninggal seperti Mas Noor Slamet?” ujar Nemo bermonolog. Dalam panel ini Jink merujuk pada kepergian Noor Slamet (notabene Wid NS yang sudah mendahului sahabatnya, Hasmi).

Panel-panel berikutnya menggambarkan masa kebersamaan antara Nemo dan Noor Slamet (yang dalam kisah Hasmi, dua tokoh ini beberapa kali ditampilkan bersamaan.) Selanjutnya, peristiwa demi peristiwa membawa Nemo dalam petualangan baru menghadapi kejahatan tanpa kehadiran para superhero.

Komik ini menarik setidaknya dengan beberapa alasan. Jink mampu membawa kisah tanpa kehilangan atmosfer Hasmi. Kelucuan dan kesegaran dialog ala Nemo yang biasa muncul dalam komik Hasmi, kembali berhasil dihadirkan Jink tanpa kehilangan konteks. Jink juga berhasil melukiskan sosok Nemo tua tanpa kehilangan karakternya.

Sayangnya, karya Jink yang dikemas dengan gaya komik strip ini hanya cetak terbatas, sehingga tidak memungkinkan para penggemar komik menikmatinya. Mereka pun tidak bisa menikmati kegalauan Nemo mencari superhero sahabatnya. Jangan-jangan, para penggemar komik Indonesia hari-hari belakangan ini juga galau lantaran superhero kesayangannya sudah lama tidak hadir lagi. Atau jangan-jangan ini juga wujud keresahan kreator Nemo Mencari Jejak Superhero? Kali ini, sang abdi kehilangan ksatrianya.

Desember 2012

Sumber

Mengubah File Berekstensi CBR Jadi JPG

Rekan-rekan penggemar komik yang getol baca komik digital pasti tak asing dengan file berekstensi CBR (CBR adalah singkatan dari Comic Book Reader), karena kadang file yang kita download berekstensi itu. Untuk membacanya kita menggunakan software CDisplay.

Terus terang saya kurang suka baca komik digital berekstensi CBR dan cenderung lebih tertarik jika berekstensi JPG. Jika rekan-rekan sependapat dengan saya dan belum tahu cara mengubah file CBR jadi JPG, berikut ini caranya.

Pertama, melalui Windows Explorer, ganti ekstensi CBR dengan RAR.


Jika muncul notifikasi seperti berikut, klik Yes.


Saat ekstensi berubah jadi RAR, otomatis ikonnya juga ikut berubah.


Di sini rekan-rekan bisa mengekstrak file RAR tersebut menggunakan WinRAR seperti biasa, dan file yang dihasilkan adalah berekstensi JPG. Jika sudah jadi JPG, maka akan mudah bagi kita untuk menjadikannya file PDF.

Cara ini juga bisa dilakukan untuk file berekstensi CBZ.

Demikian tips singkat dari saya, mudah-mudahan bermanfaat.

Belajar Dari Godam

Salah satu tokoh superhero favorit saya sejak kenal komik adalah Godam. Bagi saya, jagoan rekaan alm. Wid NS ini sangat menarik diikuti kisah-kisah petualangannya sejak awal kemunculannya hingga seri terakhir yang pernah diterbitkan.

Sebagai komikus, pak Wid NS memang sangat piawai, tidak hanya dalam hal meramu cerita yang tak cuma sekedar "bag big bug", tapi juga gambar-gambarnya yang menawan dan enakdinikmati. Tak heran banyak penggemar komik di Indonesia era 70-80'an kepincut pada sosok superhero ini.

Tak berlebihan kiranya jika manusia super bernama asli Awang ini dijuluki superhero legendaris Indonesia, karena hingga kini masih terus diperbincangkan dan kehadirannya ditunggu-tunggu para penggemarnya.

Sejak awal saya gemar corat-coret karakter superhero, tokoh jagoan dalam karya-karya Wid NS inilah yang jadi referensi saya. Saya contoh pleg jibleg gestur Godam, baik yang ada dalam komik-komiknya, maupun covernya. Dari sekedar corat-coret, saya kemudian mulai coba-coba merangkai cerita menjadi komik. Karakternya pun saya ciptakan sendiri, dengan nama Dirgantara. Kalau tidak salah saya kelas 4 SD waktu itu. Komiknya saya buat di buku tulis. Sayang karya saya yang seingat saya sudah jadi 3 buku dan belum tamat itu "punah", hilang entah ke mana.


Hampir semua gambar di komik Dirgantara tersebut adalah hasil nyontek dari karya pak Wid NS (dan pak Hasmi yang akan saya ceritakan di posting lain). Memang begitulah cara saya belajar menggambar. Mencontek. Tampaknya, itulah yang kemudian berpengaruh pada gaya gambar saya di kemudian hari.

Alm. Wid NS.
Pada sekitar 1992 saya, dengan ditemani pak Hasmi yang saya kunjungi lebih dulu, berkesempatan bertatap muka langsung dengan kreator Godam (juga Aquanus dan Kapten Dahana). Sayangnya, pertemuan itu adalah yang pertama sekaligus terakhir dengan pak Wid NS. Meski baru sekali bertemu, tapi saya menyimpan kesan yang mendalam tentang beliau. Rasanya seperti sudah kenal lama. Makanya saya tertegun saat membaca berita di koran yang memberitakan wafatnya pak Wid NS. Kalau tidak salah waktu itu tahun 2003.

Sang kreator telah tiada, tapi karya-karyanya akan tetap abadi tersimpan di rak-rak buku para kolektor maupun penggemar fanatiknya.

Saya pun mencoba mengabadikan beberapa judul serial Godam dalam bentuk fan art cover sebagai berikut :

Godam dalam GAS (Gang Anti Superhero)
Godam dalam Robot Penakluk
Godam dalam Black Magic

Godam dalam Bocah Atlantis

Godam dalam Mata Sinar X

Godam dalam Sang Kolektor

Tentang Godam ini ada satu kenangan tak terlupakn hingga kini. Ada satu karya pak Wid NS yang berkali-kali saya contek, yaitu cover komik Mata Sinar X (dulu saya keliru mengucapkan Sinar Mata X). Saking getolnya saya menggambar cover komik Godam itu, suatu ketika, kalau tidak salah saya kelas 3 SD, saya datang kepagian di sekolah. Sambil menunggu teman-teman sekelas datang, iseng-iseng saya gambar Godam yang sudah hafal di luar kepala di papan tulis dengan kapur. Tak dinyana, saat jam istirahat saya dipanggil ibu kepala sekolah. Saya gemetar, karena mengira saya akan dihukum gara-gara menggambar di papan tulis kelas. Sebabnya, waktu itu, komik "haram" di bawa-bawa ke sekolah. Ternyata, saya diberitahu kalau saya didaftarkan untuk ikut lomba menggambar se kodya Surabaya. Obyeknya adalah hewan di kebun binatang, karena lokasi lomba diadakan di salah satu tempat wisata terpopuler di Surabaya. Hasilnya tak mengecewakan. Saya dapat juara ketiga dengan hadiah sepatu.

Akan halnya Aquanus, sahabat setia Godam, saya abadikan juga dalam gambar yang saya kerjakan tahun 2005 saat jam istirahat kantor menggunakan Corel Photopaint (waktu itu saya belum kenal Photoshop).


 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Jink Comics - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger